Langsung ke konten utama

Hukum dan Hikmah Berpoligami


POLIGAMI, BUKTI KEADILAN HUKUM ALLAH
Cianjur, 06 Oktober 2019
Kang Humed

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan hanya satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dan kaum yang lain, dan perkenalan akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam pernikahan dikenal juga dengan istilah poligami, poliandri, dan monogami. Poligami ialah seseorang suami yang memiliki istri lebih dari satu, dalam Islam poiligami di perbolehkan dengan syarat mampu menegakkan keadilan dalam rumah tangganya.
pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah akad untuk menhalalkan hubungan antara laki-laki dan seorang perempuan, ini disebut “monogami”. Apabila seorang laki-laki menikah dengan dua sampai empat orang perempuan, ini disebut “poligami”.
Sampai sekarang ini istilah poligami menjadi topik yang menarik untuk di bahas, oleh karena itu dalam makalah kami ini akan coba kami uraikan persoalan poigami sesuai dengan kemampuan yang kami miliki.
Seorang laki-laki diharamkan untuk menikah (memadu) lebih dari empat perempuan dalam satu waktu. Empat orang perempuan sudah dianggap lebih dari cukup bagi seorang laki-laki, sehingga menikah lebih banyak dari empat dapat dianggap sebagai bentuk pengingkaran atas kebajikan yang disyari`atkan oleh Allah swt. Bagi kemaslahatan hidup berumah tangga.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pengertian dari poligami ?
2.      Jelaskan bagaimana hikmah dari poligami ?
3.      Sebutkan alasan-alasan Rasulullah berpoligami ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui makna dan pengertian poligami.
2.      Untuk memahami hikmah dari poligami


A.    Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, polus yang artinya banyak dan gamein  yang artinya kawi. Secara etimologi, “poli” artinya banyak, dan “gami” artinya istri. Jadi, poligami artinya beristri banyak. Seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri, tetapi dibatasi paling banyak empat orang. Dalam bahasa Arab poligami disebut ta`diiduz-zaujaat (berbilangnya pasangan), sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut permaduan.
Pengertian poligami secara terminologi di atas mengacu kepada petunjuk Allah yang membolehkan berpoligami sampai empat orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka.
Menurut agama Islam, perkawinan semacam ini walaupun diperbolehkan, tidak dianjurkan melaksanakannya. Dalam syari`at Islam, lebih disukai bila laki-laki hanya mempunyai seorang isteri, bahkan kalau mungkin ia tetap mempertahankannya sampai akhir hayatnya. Perkawinan yang diajarkan Islam harus menciptakan suasana yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Suasana yang sulit dilaksanakan seandainya seorang laki-laki memiliki isteri lebih dari seorang.
Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko / mudharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber konplik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konplik antara istri beserta anak-anaknya masing-masing. Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat atau watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis. Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati atau dengki dan suka mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat pula membahayakan keutuhan keluarga.
Suami wajib berlaku adil terhadap istri-istrinya dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal giliran pada masing-masing istri, dan lainnya yang bersifat kebendaan tanpa membedakan istri yang kaya dengan istri yang miskin, yang berasal dari keturunan yang tinggi dengan yang berasal dari golongan bawah. Jika masing-masing istri mempunyai jumlah anak yang jumlahnya berbeda atau jumlahnya sama tetapi biaya pendidikannya yang beda, tentu saja dalam hal ini harus menjadi pertimbangan dalam memberikan keadilan.
Mengenai adil terhadap istri-istri dalam masalah cinta dan kasih sayang, ABU BAKAR BIN ARABY mengatakan bahwa hal ini berada di luar kesanggupan manusia, sebab cinta itu adanya dalam gengaman Allah SWT yang mampu membolak-balikkannya  menurut kehendak-Nya. Begitu pula dengan hubungan seksual, terkadang suami bergairah dengan istri yang satu tetapi tidak bergairah dengan istri lainnya. Dalam hal ini apabila tidak disengaja, ia tidak terkena hukum dosa karena berada di luar kemampuannya. Oleh karena itu, ia tidak dipaksa untuk berlaku adil.

Q.S An-Nisa Ayat : 3

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya ( Q.S An-Nisa [4] Ayat : 3).



1.      Asbabun Nuzul
Imam Bukhari, Imam Muslim, Nasa’i, Baihaqi dan yang lainnya meriwayatkan dari Urwah Bin Zubair bahwa ia bertanya kepada khaalahnya ( bibi dari ibu ) yaitu Sayyidah Aisyah r.a tentang ayat ini, lalu Sayyidah Aisyah r.a berkata, “wahai putra saudara perempuanku, ada seorang anak yatim perempuan yang berada di bawah asuhan walinya, si wali tersebut ikut menikmati harta si anak yatim tersebut. Lalu si wali ternyata tertarik kepada harta dan kecantikan nya, lau ia ingin menikahinya tanpa mau bersikap adil di dalam memberikan mahar kepadanya dengan cara tidak memberinya maskawin atau mahar seperti yang biasa diberikan kepada para wanita sepertinya. Lalu sikap seperti ini di larang bagi mereka dan mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita lainnya yang mereka senangi, dua, tiga, atau empat.
Sa’id Bin Jabair, Qatadah, Ar-Rabi’, Adh-Dhahhak Dan As-Suddi berkata mereka bersikap hati-hati dan menjauhi harta anak yatim dan bersikap ebih bebas dan mempermudah di dalam masalah wanita, mereka menikahi wanita-wanita yang mereka inginkan, namun terkadang mereka bersikap adil dan terkadang tidak. Lalu ketika mereka bertanya tentang masalah anak-anak yatim, mak turunlah ayat anak-anak yatim, yaitu ayat dua surah an-Nisa. Allah SWT juga menurunkan ayat tiga surah an-Nisa ini, seolah-olah Allah SWT berfirman kepada mereka, sebagaimana kalian takut tidak bisa berlaku adil terhadap hak-hak anak yatim, maka begitu juga kalian harus takut tidak bisa berlaku adil terhadap hak-hak wanita. Oleh karena itu, janganlah kalian menikahi wanita lebih dari jumlah yang kalian bisa memenuhi hak-haknya. Karena wanita memiliki kesamaan dengan anak yatim, yaitu sebgai makhluk yang lemah. Ini adalah pendapat ibnu abbas r.a di dalam riwayat al-walibi (ali bin rabi’ah bin nadhlah), salah satu perawi terpercaya dari ath-thabqah ats-tsaalitsah.
2.      Tafsiran Ayat
وان حفتم الا تقسطوافى اليتمى ( Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim ) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka, lalu kamu takut pula takkan berlaku adil di antara wanita yang kamu kawini فانكحوا ( maka kawinilah ) ما (apa) dengan arti siapaطاب لكم من النساء مشنى وشلث وربع ( yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu : dua, tiga, empat orang ) boleh dua, tiga, empat tetapi tidak boleh lebih dari itu فان خفتم الا تعد لوا ( kemudian jika kamu takkan dapat berlaku adil ) di antar mereka dalam giiran dan pembagian nafkahفواحدة  (maka hendaklah seorang saja) yang kamu kawiniاو  ( atau ) hendaklah kamu batasi padaماملكت ايما نكم  ( hamba sahaya yang menjadi milikmu ) karena mereka tidak mempunyai hak-hak sebagaimana istri-istri lainnyaذلك  ( yang demikian itu ) maksudnya mengawini empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahayaادنى  ( lebih dekat ) kepada الاعولوا ( tidak buat aniaya ) atau berlaku zalim.
Tema ayat ini terdepinisikan sesuai dengan sebab turunnya, yaitu ada kalanya tema ayat ini menikahi wanita-wanita selain anak-anak yatim perempuan. Maksudnya, jika ada seorang anak yatim perempuan berada di bawah pengasuhan dari kalian, lalu ingin menikahinya, namun khawatir ia tidak bisa berlaku adil terhadapnya dengan tidak memberinya mahar mitsil ( mahar yang biasa diberikan kepada wanita lainnya yang setingkat dengannya ), maka hendaklah ia menikahi wanita-wanita lainnya, karena masih banyak wanita lain yabg bisa ia nikahi dan Allah SWT pun tidak mempersempit dirinya dalam memilih wanita lain.
Ada kalanya tema ayat ini seputar perintah berlaku adil terhadap para wanita (istri) dan larangan bersikap zhalim terhadapnya ketika menikahi lebih dari satu (poligami). Maksudnya, ketika ayat dua surat an-Nisa turun, para wali (pengasuh anak yatim) bersikap hati-hati di dalam menjalankan pengasuhan tersebut, namun mereka tika merasa sunkan atau berat untukmeninggalkan sikap berlaku adil terhadap wanita. Ada di antara mereka yang beristri sampai 10, namun ia tidak belaku adil terhadap mereka. Lau dikatakan kepada mereka, “seperti halnya kalian merasa takut dan khawatir tidak bisa berlaku adil terhadap hak-hak anak yatim, maka begitu juga, kalian harus takut tidak bisa berlaku adil di antara para wanita, kurangilah jumlah wanita yang kalian nikahi. Karena barang siapa yang berusaha menjauhi sebuah perbuatan dosa, namun ia tetap meakukan sesuatu perbuatan yang disamakan dengan dosa yang ingin ia jauhi tersebut, maka ia berarti bukan orang yang menjauhinya.
Yang dimaksud dengan al-khauf (takut, khawatir) adalah bahwa tahu bahwa dirinya tidak bisa berlaku adil. Hal ini diungkapkan dengan kata al-khauf sebagai bentuk isyarat bahwa sesuatu yang diketahui tersebut (dalam hal ini adalah tidak bisa berlaku adil) adalah sesuatu yang ditakuti dan di larang.
Maksudnya, jika kalian tahu dan merasabahwa kalian akan berbuat zhalim terhadap anak yatim perempuan yang ingin kalian nikahi dengan tidak memberikan kepadanya mahar atau dengan memakan harta anak yatim secara batil, maka jangan kalian menikahi anak yatim perempuan tersebut, akan tetapi nikahilah wanita-wanita yang lain,satu, dua, tiga, atau empat. Atau kalian harus berlaku adil terhadap para istri yang kalian nikahi ketika kalian berpoligami. Maka oleh karena itu, janganlah kalian menikahi wanita lebih dari empat agar kaian bisa berlaku adil terhadap mereka.
Perintah pada ayat, فانكحوا adalah perintah yang bersifat ibaahah (memperbolehkan), seperti perintah pada ayat, وكلوا واشربوا (al-Baqarah :187) dan bentuk-bentuk perintah yang sejenis lainnya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa perintah tersebut adalah bersifat wujuub(wajib), namun yang dimaksud wajib disini bukanlah wajib nikahnya, akan tetapi wajib terbatas pada jumlah seperti yang dijelaskan di ayat tersebut, yaitu dua, tiga atau empat. Atau dengan kata lain , jika berpoligami, maka wajib hanya terbatas pada jumlah tersebut, tidak boleh melebihi.
Ayat,ورباع  مشنى وسلا ث bilangan-bilangan ini menunjukkan arti takriir atau berulang, maksudnya matsnaa artinya adalah istnain istnain (dua-dua),tsulaats artinya tsalaatsah tsalaatsah (tiga-tiga) dan rubaa’ artinya arba’ah arba’ah. Maksudnya adalah, diperbolehkan yang ingin berpoligami untuk menikahi wanita sejumlah tersebut.
Kemudian Allah SWT menguatkan keharusan bersikap adil diantara para istri apabila seorang berpoligami. Hal ini dipahani dari ayat وان خفتم الا تقسطوا dan Allah SWT menjelaskan, apabila kalian takut tidak bisa bersikap adil ketika berpoligami, maka kalian harus menikahi satu wanita saja. Karena yang diperbolehkan berpoigami adalah orang yang yakin dirinya bisa merealisasikan kewajiban bersikap adil yang diperintahkan secara jelas di dalam ayat.
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(an-Nisa’ : 129).
Memang perlakuan adil itu sulit dilakuka seorang suami, bahka sapai pada taraf mustahil diaksanakan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka yang melakukan poligami lebih condong seorang isteri sehingga mengakibatkan merananya isteri-isteri yang lain, bahkan dalam banyak kasus menjurus kepada perbuatan zalim.
Namun yang di maksud tidak akan dapat berbuat adil oleh ayat 129 ini adalah adil dalam kecenderungan hati. Karena jika tidak, maka kesimpulan dua ayat ini ayat tiga dan 129 di lihat dari satu sisi adalah berarti larangan berpoligami.

Q.S Al-Ahzab ayat 50
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya :
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
1.      Penjelasan
(Hai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagi kamu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya) yakni maharnya (dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadamu) dari orang-orang kafir melalui peperangan, yaitu sebagai tawananmu, seperti Shofiah dan Juwairiah (dan demikian pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu) berbeda halnya dengan perempuan-perempuan dari kalangan mereka yang tidak ikut berhijrah (dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya) bermaksud untuk menikahinya tanpa memakai maskawin (sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin) dalam pengertian nikah yang memakai lafal Hibah tanpa maskawin, (Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka) kepada orang-orang Mukmin (tentang istri-istri mereka) berupa hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan, yaitu hendaknya mereka mempunyai istri tidak lebih dari empat orang wanita dan hendaknya mereka tidak melakukan perkawinan melainkan harus dengan adanya seorang wali dan saksi-saksi serta maskawin (dan) di dalam (hamba sahaya yang mereka miliki) hamba sahaya perempuan yang dimilikinya melalui jalan pembelian dan jalan yang lainnya, seumpamanya, hamba sahaya perempuan itu termasuk orang yang dihalalkan bagi pemiliknya, karena ia adalah wanita ahli kitab, berbeda halnya dengan sahaya wanita yang beragama majusi atau watsani, dan hendaknya sahaya wanita itu melakukan istibra' atau menyucikan rahimnya terlebih dahulu sebelum digauli oleh tuannya (supaya tidak) lafal ayat ini berta'alluq pada kalimat sebelumnya (menjadi kesempitan bagimu) dalam masalah pernikahan. (Dan adalah Allah Maha Pengampun) dalam hal-hal yang memang sulit untuk dapat dihindari (lagi Maha Penyayang) dengan memberikan keleluasaan dan kemurahan dalam hal ini.

Q.S Al-Ahzab ayat 51
تُرْجِي مَنْ تَشَاءُ مِنْهُنَّ وَتُؤْوِي إِلَيْكَ مَنْ تَشَاءُ ۖ وَمَنِ ابْتَغَيْتَ مِمَّنْ عَزَلْتَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكَ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ تَقَرَّ أَعْيُنُهُنَّ وَلَا يَحْزَنَّ وَيَرْضَيْنَ بِمَا آتَيْتَهُنَّ كُلُّهُنَّ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَلِيمًا
Artinya:                                                                                                             
Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
1.      Penjelasan
(Kamu boleh menangguhkan) dapat dibaca Turji-u dengan memakai huruf Hamzah pada akhirnya, juga dapat dibaca تُرْجِي dengan memakai huruf Ya pada akhirnya sebagai ganti dari Hamzah, artinya menangguhkan (siapa yang kamu kehendaki di antara mereka) yakni istri-istrimu itu dari gilirannya (dan boleh pula kamu menggilir) yaitu mengumpulkan gilirannya (siapa yang kamu kehendaki) di antara mereka kemudian kamu mendatanginya. (Dan siapa-siapa yang kamu ingini) kamu sukai untuk menggaulinya kembali (dari perempuan yang telah kamu pisahkan) dari gilirannya (maka tidak ada dosa bagimu) di dalam memintanya dan menggaulinya untukmu. Hal ini disuruh dipilih oleh Nabi sesudah ditentukan bahwa gilir itu wajib baginya. (Yang demikian itu) yakni boleh memilih itu (lebih dekat) kepada ketenangan hati mereka dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka) yaitu tentang hal-hal yang telah disebutkan tadi menyangkut masalah boleh memilih di dalam menggilir (tanpa kecuali) lafal ayat ini mengukuhkan makna Fa'il yang terkandung di dalam lafal يَرْضَيْنَ . (Dan Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati kalian) mengenai masalah wanita atau istri dan kecenderungan hatimu kepada sebagian dari mereka. Dan sesungguhnya Kami menyuruh kamu memilih hanyalah untuk mempermudah kamu di dalam melakukan apa yang kamu kehendaki. (Dan adalah Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya (lagi Maha Penyantun) mengenai menghukum mereka.
2.      Tafsir Ayat
تُرْجِيءُ dapat dibaca dengan memakai huruf ء pada akhirnya, juga dapat dibaca تُرْجِي dengan memakai huruf ي pada akhirnya sebagai ganti dari ء, artinya menangguhkan.

Q.S Al-Ahzab ayat 52
لَا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلَا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا               
Artinya:
Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.
1.      Penjelasan
            (Tidak halal) dapat dibaca Tahillu atau Yahillu (bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu) sesudah sembilan orang istri yang telah Aku pilih buatmu (dan tidak boleh pula mengganti) lafal Tabaddala asalnya adalah Tatabaddala, kemudian salah satu huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tabaddala, (mereka dengan istri-istri yang lain) misalnya kamu menalak mereka atau sebagian dari mereka, kemudian kamu menggantikannya dengan istri yang lain (meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang kamu miliki) yakni wanita sahaya yang kamu miliki, ia halal bagimu. Dan Nabi saw. sesudah sembilan orang istri itu memiliki Siti Mariah, yang daripadanya lahir Ibrahim, akan tetapi Ibrahim meninggal dunia semasa Nabi saw. masih hidup. (Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu) Maha Memelihara segala sesuatu.
            Dari penjelasan di atas, dinyatakan bahwa Nabi tidak dibolehkan kawi sesudah mempunyai isteri sebanyak yang telah ada itu da tidak pula dibolehkan mengganti isteri-isterinya yang telah ada itu dengan menikahi perempuan lain.
2.      Tafsir Ayat
(Tidak halal) dapat dibaca يَحِلُّ, lafal تَبَدَّلَ asalnya adalah Tatabaddala, kemudian salah satu huruf Ta dibuang sehingga jadilah تَبَدَّلَ.
3.      Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa`d yang bersumber dari `ikrimah bahwa setelah Rasulullah saw, menyuruh isterinya antara dunia dan isinya dan segala kemewahannya dengan Allah dan RasulNya, terbuktilah isteri-isterinya memilih Allah dan RasulNya. Maka turunlah surat Al-Ahzab ayat 52 ini.

Q.S Al-Ahzab ayat 53
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.
1.      Penjelasan
              (Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kalian diizinkan) memasukinya karena mendapat undangan (untuk makan) kemudian kalian boleh memasukinya (dengan tidak menunggu-nunggu) tanpa menunggu lagi (waktu masak makanannya) yakni sampai makanan masak terlebih dahulu; Inaa berakar dari kata Anaa Ya-niy (tetapi jika kalian diundang maka masuklah dan bila kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa) berdiam lagi (asyik memperpanjang percakapan) sebagian dari kalian kepada sebagian yang lain. (Sesungguhnya yang demikian itu) yakni berdiamnya kalian sesudah makan (akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepada kalian) untuk menyuruh kalian keluar (dan Allah tidak malu menerangkan yang hak) yakni menerangkan supaya kalian keluar; atau dengan kata lain Dia tidak akan mengabaikan penjelasannya. Menurut qiraat yang lain lafal Yastahyi dibaca dengan hanya memakai satu huruf Ya sehingga bacaannya menjadi Yastahiy. (Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka) kepada istri-istri Nabi saw. (yakni suatu keperluan, maka mintalah dari belakang tabir) dari belakang hijab. (Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka) dari perasaan-perasaan yang mencurigakan. (Dan tidak boleh kalian menyakiti hati Rasulullah) dengan sesuatu perbuatan apa pun (dan tidak pula mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu di sisi Allah) dosanya (besar).
           Ayat ini menyatakan bahwa memasang kain tabir penutup meski perintahnya hanya untuk para isteri nabi, tapi berlaku juga hukumnya untuk semua wanita. Karena pada dasarnya para wanita harus menjadikan para istri nabi itu menjadi teladan dalam amaliyah sehari-hari. Sehingga kihtab ini tidak hanya berlaku bagi istri-istri nabi saja tetapi juga semua wanita mukminat.
            Selain itu juga ada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu Salamah, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan Maimunah yang waktu itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda: "pakailah tabir". Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata: "Dia (Ibnu Ummi Maktum) itu buta!" Maka jawab Nabi: "Apakah kalau dia buta, kamu juga buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?"
            Namun pendapat demikian itu bukan berarti satu-satunya pendapat. Sebab disana ada juga ulama lainnya yang tidak memutlakkan kewajiban pemasangan hijab  tabir.
             Dalil yang mereka gunakan juga berasal dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem. Dimana sebagian ulama mengatakan bahwa kewajiban memasang kain tabir itu berlaku hanya untuk pada istri Nabi, sebagaimana zahir firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 53.
2.      Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhsaan yang bersumber dari Anas bahwa ketika Nabi saw menikah dengan Zainab binti Jahsy, beliau megundang para sahabatnya makan-makan (walimah). Setelah selesai makan, para sahabat itu berbincang-bincang, sehingga Rasulullah member isyarat dengan seolah-olah akan berdiri, tetapi mereka tidak juga berdiri. Terpaksalah Rasulullah berdiri meninggalkan mereka, diikuti oleh sebagian yang hadir, tetapi tiga orang yang lainnya masih terus bercakap-cakap. Setelah semuanya pulang, Anas member tau Rasulullah saw. Rasuullah saw pulang ke rumah Zainab dan dia megikutinya masuk, kemudian Rasulullah saw memasang hijab\penutup. Berkenaan dengan peristiwa tersebut maka turunlah surat Al-Ahzab ayat 53 ini.
B.     Hukum dan Hikmah poligami
              Allah saw membolehkan berpoligami sampai empat (4) orang isteri syarat berlaku adil kepada mereka. Yaitu adil dalam melayani isteri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat lahiriah. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu isteri saja (monogami).
              Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/mudharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Dengan demikian poligami itu dapat menjadi sumber konflik dalam kehidupa keluarga. Poligami hanya dibolehkan  bila dalam keadaan darurat, misalnya isteri ternyata mandul, dengan syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dala pemberian nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya.
              Jika suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka, maka ia haram melakukan poligami.
Mengenai hikmah diizinkannya poligami ( dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil ) antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri mandul.
2.      Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan.
3.      Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis ahlak lainnya.
4.      Untuk menyelamatkan kaum wanita yang tinggal di negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak kaum perianya, misalnya akibat peperangan yang cukup lama.
Hikmah poligami bagi Rasulullah saw, yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk kepentingan pendidikan dan pegajaran agama.
2.      Untuk kepentingan politik mempersatukan suku-suku bangsa Arab dan untuk menarik mereka masuk Agama Islam.
3.      Untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan.
C.    Alasan Rasulullah berpoligami adalah
1.      Demi menanamkan benih kasih sayang dengan kerabat dan kabilah isteri-isterinya.
2.      Agar mereka masuk Islam.
3.      Agar kepribadian Rasulullah dirumah diketahui oleh banyak orang. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa banyak orang yang nampak di luar rumah sebagai seorang yang alim dan bertaqwa, tetapi ketika di dalam rumahnya, sifat-sifat tadi tidak bisa dipertahankan. Maka, demi mengekspos seluruh kepribadian Rasulullah di dalam rumah, dibutuhkan lebih dari seorang isteri. Karena satu saja tidak cukup. Dan kalau hanya seorang isteri, maka akan kemungkinan besar, si isteri akan dituduh menutup-nutupi kejelekan suami, karena saking cintanya kepada suami, saking sibuknya isteri mengurusi rumah tangga, atau karena lupa. Jika informasi tentang kepribadian Rasulullah bersumber dari banyak isteri, maka dipastikan informasi itu sangat benar dan sangat akurat. Secara naluri, isteri satu-satunya pasti cinta kepada suaminya. Dan cenderung untuk menutupi kejelekan suaminya. Adapun jika isteri banyak, maka cenderung mereka akan benci dan menyebarkan aib-aibnya, walaupun suami mereka sudah meninggal dunia. Belum lagi, jika ternyata yang membunuh pemimpin dan pembesar kaum, serta keluarganya adalah suami mereka. Seperti terbunuhnya keluarga Siti Shafiyah dan Siti Juwairiyah (sebelum keduanya masuk Islam). Lain halnya dengan Rasulullah. Isteri-isterinya ketika selama bergaul dengan beliau, bernaung dalam bimbingan beliau, kepribadian luhur beliau tetap konsisten saat sunyi maupun ramai. Hal ini yang menjadikan, isteri-isterinya bisa dipercaya oleh kaum muslimin atas informasi tentang tingkah laku beliau di rumah.
Sedikit saja ada sikap Rasulullah yang menyimpang dari kepatutan, pasti akan tersebar luas.
4.      Rumah-rumah isterinya menjadi pusat penyebaran risalah Islam. Lebih lagi, bila ajaran yang menyangkut masalah khusus perempuan.
5.      Istri-istri Rasulullah adalah duta-duta Islam kepada kaum dan kabilah dimana mereka lahir dan besar. Dengan adanya pendidikan dan taujih yang berasal dari guru mereka sekaligus suami mereka, menjadikan mereka lebih mengenal karakter Islam yang kaffah yang bersumber dari Rasulullah SAW langsung dan wahyu yang diberikan kepada Beliau. Dengan adanya istri-istri Rasulullah sebagai duta-duta Islam menjadikan penyebaran dan tarbiyah Islam kepada umat menjadi lebih efisien dan cepat serta terarah.
                                                                







BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpuan
1.      Poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang, dengan batasan paling banyak empat orang. Syari’at islam memperbolehkan berpoligami denga batasan sampai empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya yang bersifat kebendaan tanpa membedakan istri yang kaya dengan istri yang miskin, yang bersal dari keturunan tinggi dengan yang rendah atau orang yang berasal dari golongan bawah. Bila suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi hak-hak mereka maka ia diharamkan berpoligami.
Adil yang dimaksud disini adalah adil dalam masalah lahiriah, bukan dalam masalah cinta kasih dan sayang karena masalah cinta dan kasih sayang berada diluar kemampuan manusia. Suami yang hendak beisrti lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama yang pengajuannya telah diatur dengan peraturan pemerintah. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau ke empat tanpa izin dari pengadilan agama tidak mempunyai kekuatan hukum.
2.      Hukum dan Hikmah Poligami
Allah saw membolehkan berpoligami sampai empat (4) orang isteri syarat berlaku adil kepada mereka. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu isteri saja (monogami). Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/mudharat daripada manfaatnya. Poligami hanya dibolehkan  bila dalam keadaan darurat.
Adapun hikmah dibolehkan poligami yaitu:
a.       Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri mandul.
b.      Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan.
c.       Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis ahlak lainnya.
d.      Untuk menyelamatkan kaum wanita yang tinggal di negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak kaum perianya, misalnya akibat peperangan yang cukup lama.
3.      Alasan Rasulullah berpoligami
a.       Demi menanamkan benih kasih sayang dengan kerabat dan kabilah isteri-isterinya.
b.      Agar mereka masuk Islam
c.       Agar kepribadian Rasulullah dirumah diketahui oleh banyak orang.
d.      Rumah-rumah isterinya menjadi pusat penyebaran risalah Islam.
e.       Istri-istri Rasulullah adalah duta-duta Islam kepada kaum dan kabilah dimana mereka lahir dan besar.

    B.    Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.










DAFTAR PUSTAKA



Az-Zuhaili, Wahab, 2013. Tafsir Al-Munir,Jilid II. Jakarta : Gema Insani.
Halim, Abdul, Hasan, 2006. Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Kencana.
Rahmat, Abdul, ghozali, 2008. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana.
Quraish, Muhammad, Shihab. 2006. Tafsir Al-Misbah, Cet V. Tangerang: Lentera
Hati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR ILMU FIQIH MAWARIS

MAKALAH FIQIH MAWARIS METODE USUL AL-MASAIL DAN PEMBAGIANYA Diajukan untuk melengkapi tugas makalah Mata Mawaris , diambil dari buku referensi yang memuat tentang Metode Usul Masail dan Tatacara pembagiannya . Dosen Pengampuh : Drs. Deden Rohandi, M.Pd. Oleh : 1.       Ahmad Humaedi JURUSAN HUKUM KELURGA ISLAM SEMESTER I V FAKULTAS HUKUM SYARI’AH ISLAM STAI AL-AZHARY CIANJUR 201 9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur terlimpah kepada Allah SWT, dengan segala rahmat dan karunianya kami diberi kekuatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluraga, sahabat hingga para pengikutnya sampai saat ini. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas pembuatan makalah ini. Makalah yang akan kami sampaikan ini adalah makalah yang berkenaan dengan “ Metode Usul Masail dan Tatacara pemba
LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) KEPERDATAAN ISLAM DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA ) KECAMATAN SINDANGBARANG “ Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) bagi mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam   STAI Al Azhary Cianjur” . Dosen Pengampu:   H. D edi Wijaya, Lc., MH. NIP. 197803032005011004 Oleh: Ahmad Humaedi NIM : 12.2017.1.003 JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM SEMESTER V I FAKULTAS HUKUM SYARI’AH STAI AL-AZHARY CIANJUR TAHUN 2020 LEMBAR PENGESAHAN Pengesahan Laporan kegiatan Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) 1 di KUA Kecamatan Sindangbarang Kabupaten Cianjur : Nama               : Ahmad Humaedi NIM                 : 12.2017.1.003 Prodi                : Hukum Keluarga Islam Fakultas            : Syari’ah Nama-nama diatas telah melaksanakan kegiatan PPL di KUA Kecamatan Sindangbarang Kabupaten Cianjur dari tanggal 17 Juni sampai dengan 17 Juli 2020. Rincian kegiatan diter

HIJRAH MU PALSU

 Dulu, kamu gemar memamerkan aurat dengan pakaian ketat serba mini dan banyak gaya.! Sekarang, yang kamu pamerkan mata indah lentikmu yang mendapat pujian dari ikhwan sejagad maya. Lalu, apa bedanya? Dulu, kamu habiskan waktumu dengan pacaran bercumbu mesra. Sekarang, kamu pun berduaan dengan ikhwan modus di chat whatsapp, berlindung di balik kata "taaruf" dan Kau Viralkan "TANPA PACARAN" apa bedanya? Dulu, kamu mengidolakan oppa-oppa korea yang katamu tampan, kamu pun tak bisa menundukkan pandangan. Sekarang, kamu berpindah pada ikhwan-ikhwan 'religi' selebgram, katamu itulah suami idaman. Lalu, apa bedanya? 100%Tampilanmu memang berubah, hadir dikomunitas 'akhwat berniqab' ke sana kemari, lalu foto selfie wefie-mu bertebaran di sana sini, tapi majlis ilmu tak pernah kau kunjungi. Hafalan al-Qur'an-mu tak bertambah, pemahamanmu mengenai agama sebatas mengandalkan logika dan "katanya", tak pernah tersentuh kitab-kitab par